Monday, 26 October 2009

Subjek: KELEBIHAN BEBAN PENYEBAB STRESS (DARI BUKU"MARGIN" RICHARD SWENSON)

BERBAGAI CARA KITA TERLUKA *)
BGN 1


Meskipun sifatnya umum, sindrom kelebihan beban tampak berbeda pada masing-masing orang. Selain itu, setiap orang mempunyai tingkat toleransi yang berbeda-beda pula. Titik ambang batas tempat patahan mulai terjadi, beragam pada tiap-tiap orang. Akan tetapi, saya belum pernah bertemu dengan seseorang yang bisa tahan terhadap kelebihan beban yang semakin meningkat tanpa akhirnya mengalami rasa sakit yang ditimbulkannya.
Bila orang-orang yang kelebihan beban ini mencari pertolongan pada para profesional, bentuk kelebihan beban macam apa yang mungkin ditemukan oleh para penasihat itu? Beberapa korban kelebihan beban mungkin mengalami kegelisahan. Bebannya benar-benar terlalu berat untuk di tenggung dan obat-obat penenang adalah jalan keluar yang diinginkan. Akan tetapi, bila beban tersebut tidak segera diringankan, maka kerusakan dapat terjadi. "Ketika tubuh dan perasaan kita tak bisa lagi menghadapi tuntutan-tuntutan yang tertuju padanya dan ketika kelebihan beban menjadi terlalu besar, satu-satunya tindakan adalah menghentikan semuanya," Robert Banks menjelaskan. "Bagi banyak orang, kerusakan fisik atau kerusakan saraf adalah satu-satunya jalan keluar dari jalan buntu ini."
Orang-orang lain mewujudkannya dengan permusuhan, menyalahkan kondisi mereka yang kelebihan beban pada orang-orang disekitarnya. Siaran berita setiap malam memberitakan secara rinci akibat-akibat yang ditimbulkannya: penembakan-penembakan yang terjadi di jalan raya bebas hambatan akibat beban lalu lintas yang berlebihan; kekejaman yang terjadi di kota-kota besar akibat kesalahan orang-orang yang kelebihan beban; keributan di Asosiasi Basket Nasional Amerika (NBA) akibat beban kompetisi yang berlebihan.
Beberapa jenis kepribadian menjadi depresi ketika kelebihan beban. Mereka mungkin bermusuhan, namun permusuhan itu ditujukan ke dalam dirinya. Perasaan gagal memenuhi harapan-harapan mereka sendiri dan harapan-harapan orang lain menyebabkan mereka menarik diri ke dalam kabut kemuraman.
Banyak orang mengembangkan rasa dendam, yang sering ditujukan pada pekerjaan mereka. Mereka mungkin mencintai pekerjaan mereka, namun beban yang melampaui batas kemampuan mereka menyebabkan pekerjaan itu menjadi musuh. Seorang teman yang juga dokter baru-baru ini meratapi hari-hari kerjanya yang jumlahnya dua belas jam per hari. "Tidak, luka di perut Anda tidak berdarah," ia mengeluh diam-diam saat sedang mendengarkan pasiennya menjelaskan rasa sakit di perutnya. "Tidak mungkin. Pokoknya tidak mungkin."



MUDAH KELIRU DALAM MENDIAGNOSIS

Karena sindrom kelebihan beban itu muncul berbeda-beda pada tiap-tiap orang, kita harus berhati-hati terhadap penilaian-penilaian kita. Keliru mendiagnosis adalah hal yang umum terjadi. Bahkan saya bisa mengatakan bahwa keliru mendiagnosis itu menjadi sesuatu yang umum. Sindrom kelebihan beban kerap kali secara tidak tepat di sebut kelemahan, apatis, atau kurang komitmen.
Contohnya, baru-baru ini saya membaca sebuah artikel yang mengkritik frase, "Saya terlalu sibuk." Penulisnya, seorang pemimpin rohani nasional yang terkenal, merasa agak kesal karena ia terlalu sering mendengar alasan ini. "Mengatakan bahwa Anda terlalu sibuk adalah perlindungan yang sempurna," tulisnya, "karena dalih kesibukan itu sulit untuk di tentang." Padahal, bagiamana mungkin seseorang berkata pada Anda, "Tidak, Anda tidak terlalu sibuk. Anda hanya memakai itu sebagai alasan saja"? "Alasan karena kesibukan," disimpulkannya, "sebenarnya adalah masalah kurangnya perhatian."
Rasa frustrasi sangat kental terasa di sini, namun dalam banyak kasus tuduhannya akan kehilangan diagnosisnya. Masalahnya memang kesibukan, bukan apatis. Masalahnya kelebihan beban. Hal itu nyata dan benar-benar ada di sini. Mari kita salahkan kelebihan beban itu, jangan saling menyalahkan.
Kita masing-masing kita perlu mencari berapa jauh tingkat keterlibatan kita dalam suatu hal atau kegiatan dan tidak membiarkan standar kita ditetapkan oleh ekspektasi-ekspektasi orang lain yang sering terlalu tinggi. Orang-orang di sekitar kita, yang lebih banyak berkecimpung dalam kegiatan itu dari pada kita, mungkin tidak memahami mengapa kita memilih untuk tidak terlibat lebih jauh. Ada juga orang-orang lain, yang mungkin justru lebih sedikit melibatkan diri dibandingkan dengan kita – kita berasumsi mereka tidak peduli. Kita harus memahami bahwa setiap orang memiliki toleransi yang berbeda terhadap kelebihan beban dan tingkat ambang batas yang berbeda, yaitu titik di mana mereka mulai patah. Kita harus membiarkan orang dengan bebas menentukan tingkat keterlibatan mereka masing-masing dalam suatu kegiatan.
Sayangnya, ketika kebebasan diberikan, prinsip kelebihan beban ini akan dimanfaatkan oleh sebagian orang sebagai alasan untuk bermalas-malas. Mereka akan mengatakan bahwa mereka kelebihan beban, tetapi sebetulnya mereka hanya tidak disiplin. Jika saya harus berbicara kepada mereka tentang hal ini, maka saya harus menggunakan takaran welas asih yang besar. Apabila saya menuduh mereka, maka sesungguhnya saya merendahkan mereka di hadapan Allah. Menolong mereka untuk bertanggung jawab kepada-Nya bukan berarti memaksa mereka melakukan sesuatu seperti yang saya harapkan. Perjalanan spiritual saya di tengah-tengah keadaan saya yang kelebihan beban pun sudah cukup berat sehingga saya senantiasa sibuk.
Menurut pengalaman saya, masalah yang lebih besar dalam masyarakat kita bukanlah terletak pada kurangnya pertanggungjawaban, melainkan pada besarnya hasrat untuk mengendalikan kehidupan orang lain. Dari pada kita keliru menilai orang-orang yang kelebihan beban, lebih baik kita tidak menghakimi orang-orang yang malas. Bila orang kelebihan beban, maka celaan yang kita lontarkan terhadap mereka hanya akan menambah beban mereka, yang seharusnya tidak perlu mereka alami. Jadi, bila kita keliru, setidak-tidaknya kita keliru karena kita berbelas kasihan.

TAK PERNAH ADA SEBELUMNYA

Bukankah kita selalu kelebihan beban? Tidak.
Tesis penting dari buku ini adalah bahwa kita hidup pada zaman yang belum pernah ada sebelumnya. Zaman modern kita ini bukan hanya berbeda secara kuantitatif. Buku-buku sejarah di masa depan akan memerlukan kosa kata yang berbeda untuk menggambarkan fenomena masa kini dan yang menonjol di antara kata-kata itu pastilah "eksponensial," "batas-batas," "ambang batas," dan "kelebihan beban."
Kelebihan beban adalah masalah matematika, dan matematika masa kini menghitung dengan cara berbeda. Kehidupan, perubahan, sejarah – semua berkembang secara eksponensial. Ambang berbagai batas di capai dengan kesekonyong-konyongan yang menakutkan. Kelebihan beban terjadi hanya dalam semalam.
Akan tetapi, banyak orang terperangkap dalam paradigma garis linier, pola pikir yang hanya bisa melihat ke arah yang lurus ke depan. Walau pun mereka memahami perubahan-perubahan kualitatif yang terjadi, mereka gagal untuk memahami sifat kuantitatif dari "kekagetan masa depan." Selama hal ini masih menjadi masalahnya, maka berbagai penyebab dari masalah-masalah masa kini akan tetap tak terlihat oleh mereka.

BERSAMBUNG .......

No comments: