"MEMILIH TEMAN HIDUP  MEMPERKAYA PERNIKAHAN"
Dalam membicarakan pernikahan banyak orang lupa membicarakan tentang dinamika pernikahan.  Pernikahan itu terdiri atas 3 faktor  : suami, istri dan dinamika pernikahannya. Pernikahan itu adalah suatu yang hidup. Oleh karena itu ia seharusnya bertumbuh.  Jika tidak tumbuh maka pernikahan itu mandek. Kemandegan dapat terjadi sebelum pernikahan yakni sejak pacaran.  Ini makin parah jika pasangan itu tidak mendapatkan konseling pernikahan yang baik. 
              Dinamika pernikahan adalah :         "Tahap-tahap yang dapat diprediksi, dan tahap-tahap yang sangat dibutuhkan, yang meliputi fisik, emosi maupun spiritual". Melalui tahap-tahap ini pasangan dapat berjalan ke arah sasaran pertumbuhan baik sebagai satu pribadi maupun pasangan.                Ternyata setiap pernikahan melalui masa-masa  krisis, konflik, dan keintiman  menurun. Hal ini tentu saja membutuhkan skil pengampunan pada masing-masing baik suami maupun istri. 
 
Dinamika yang paling terasa adalah di awal pernikahan, terutama dua tahun pertama.  Masa ini adalah adalah masa yang sangat menarik. Pada masa awal ini paling  banyak terjadi salah faham, sebab masing-masing belum mengerti pikiran satu dengan lain secara tepat. Sebab keduanya berasal dari latar belakang yang berbeda. Dalam hal ini diperlukan dua hal penting:         Pertama, belajar memperbaiki sikap kita sendiri. Tanpa keinginan untuk berubah sulit untuk dapat mengatasi salah faham di antara suami istri. Kedua, Menghargai suami dan memberikan padanya confidence dalam mengambil keputusan Misal, memperbaiki fungsi masing-masing
                   Menyatukan dua individu (suami – istri) yang berbeda ternyata tidak gampang dan membutuhkan pengorbanan yang besar. Namun Kidung Agung 8:7 menyatakan betapa kuat dan hebatnya cinta itu, sehingga seharusnya perbedaan itu dapat diatasi. Cinta itu sanggup menghadapi kuatnya arus perbedaan dan terpaan dari luar pernikahan itu sendiri. Namun dalam pengalaman dua  hingga lima tahun pertama ini seringkali cinta memudar oleh karena menghadapi perbedaan itu sendiri. Pada masa ini  intimacy juga masih bersifat artificial, bersifat perasaan semata.   Misal: baru dimarahi sama suami sedikit saja sang istri langsung sakit hati dan ngambek. Mungkin sang istri berasal dari latar belakang yang tidak biasa dimarahi, dan sang suami biasa berbicara dengan yang keras.
Keakraban di awal pernikahan juga tidak mudah dibangun oleh karena masing-masing  masih membawa imajinasi dan fantasi terhadap pasangan. Sayangnya imajinasi ini sering bersifat subjektif.  Imajinasi keduanya ternyata sulit bertemu.  Namun betapapun sulit membangun keintiman, kita perlu berusaha membangunnya, yakni dengan cinta. Keintiman justru sering tumbuh lewat konflik, perdebatan yang sehat, dsb.  Jika ada cinta maka konflik dan perdebatan itu tidak akan merenggangkan suami dan istri, sebaliknya akan makin menguatkan pernikahan. Intinya, keintiman suami-istri akan tumbuh lewat pengenalan satu dengan lain setelah melewati konflik demi konflik. 
Di awal pernikahan ini ada kesulitan yang dihadapi masing-masing suami dan istri. Pertama, meninggalkan pola kehidupan keluarga sebelumnya. Misal: tradisi  keluarga sebelumnya yang sering reunian alias ngumpul; kebiasaan dalam hal  kebersihan, soal sikat gigi, soal sopan santun di meja makan,  dsb.   Yang sangat diperlukan dalam menghadapi perbedaan ini adalah toleransi dan kelenturan terhadap kebiasaan pasangan yang berbeda dengan kita. Sebab kebiasaan itu sulit untuk langsung berubah  apalagi kalau kebiasaan itu sejak kecil. Hati pemaaf akan banyak membantu  menyelesaikan perbedaan ini.
              Ada juga masa-masa pernikahan itu mengalami masa 'dying", sakit atau krisis.  Misal salah satu pasangan berselingkuh. Saat Anda mengetahui pasangan menyeleweng adalah sangat menyakitkan. Atau suami Anda kehilangan pekerjaan karena satu dan lain hal sampai tidak ada penghasilan keluarga. Ini akan membuat Anda linglung dan frustrasi. Namun krisis ini kalau dikelola dengan baik, maka pernikahan Anda bukan makin lemah tetapi semakin kuat. Kemauan kedua belah pihak memikul beban masalah ini menjadi kunci penting menjalani krisis keluarga. Jauhkan sikap saling menyalahkan, dan sifat yang suka meyesal-nyesalkan hal yang sudah terjadi. Dalam bab Sistem Pernikahan yang Sehat dan Berfungsi kami menjabarkan pentingnya membangun "ke-kita-an" dalam pernikahan. Semangat memiliki pernikahan dan punya rasa tanggungjawab terhadap keluarga akan mampu mengatasi semua perbedaan dan krisis yang terjadi dalam pernikahan Anda. Alangkah baiknya, sebelum menikah semua perbedaan yang ada dikenali dan dibahas tuntas. Sebelum menikah sama-sama memprediksi kemungkinan terburuk yang bisa terjadi dalam pernikahan Anda. Jika hal-hal ini Anda  miliki maka pernikahan Anda  sanggup menahan badai cobaan yang menerpa di sepanjang pernikahan Anda. Lewat dinamika konflik justru pernikahan anda makin sehat dan kuat, dan dapat mewariskan pernikahan itu kepada anak cucu kita. (rs - adopted from message in my Facebook)
 
 
 
No comments:
Post a Comment